"Kopi berjodoh dengan revolusi," sebuah kutipan yang terkenal di kalangan aktivis.
Tanpa basa-basi, perwira ini memberikan instruksi kepada pria berumur 90 tahun itu. Isi perintah adalah mengurusi dan mengubur jenazah yang dibawa sang perwira pukul sembilan pagi sendirian tanpa bantuan orang lain. Jenazah itu adalah jenazah anaknya yang bernama Hasan Al Banna. Al Banna, tewas ditembak oleh tentara kerajaan Raja Farouk, 12 Februari 1949. Sejak kritis di rumah sakit, tidak ada seorang dokter yang merawat Al Banna.
Hingga akhirnya Al Banna meninggal dunia karena kehabisan banyak darah. Al Banna adalah pendiri Gerakan Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir. Kematian Al Banna disambut gembira warga Amerika Serikat.Media massa dan orang-orang di Negeri Paman Sam berpesta mendengar kabar kematian Al Banna. Hal ini disaksikan sendiri oleh Sayyid Qutb. Sayyid Qutb, warga Mesir, yang ketika itu sedang berada di Amerika Serikat, merasa heran. Benaknya bertanya kenapa kematian seorang Al Banna membuat senang orang-orang di Amerika. Sepulang dari Amerika, Sayyid Qutb mempelajari sosok Hasan Al Banna. Muncul kekaguman Qutb terhadap Al Banna. Puncaknya Qutb mendeklarasikan dirinya bergabung dengan IM.
Hasan Al Banna memulai gerakannya bukan dari masjid atau musala. Ia justru mengawalinya dari kedai-kedai kopi. Gagasan yang sempat mendapat tentangan dari beberapa teman Al Banna. Kebanyakan teman Al Banna menganggap kedai kopi hanya berisi orang-orang yang sibuk memikirkan kesenangan duniawi dan kenikmatannya sendiri. Namun Al Banna tidak sependapat. Ia meyakini bahwa orang yang ada di kedai kopi siap mendengarkan nasihat dari pihak lain. Apalagi memulai memberi pemahaman tentang Mesir yang terbelenggu oleh penjajahan Inggris dari sudut pandang Islam di kedai kopi, bagi Al Banna adalah sesuatu yang baru, unik dan langka. Ia pun tertantang memulai gerakannya dari kedai kopi.
Maka bergeraklah Al Banna di kedai-kedai kopi menyampaikan ceramah dan nasihat. Dalam satu kesempatan, Al Banna hanya memerlukan waktu 10 menit dalam menyampaikan gagasannya. Kegiatannya menarik hati enam orang yang pekerjaannya hanya buruh rendahan. Mereka adalah Hafiz Abdul Hamid (buruh bangunan), Ahmad Al Hushor (tukang cukur), Fuad Ibrahim (tukang gosok pakaian), Ismail Izz (penjaga kebun), Zaki Al Maghribi (tukang bengkel sepeda), dan Abdurrahman Hasbullah (sopir).
Mereka pun mendeklarasikan IM pada Maret 1928. Berawal dari ketujuh orang ini, IM berkembang pesat. Bahkan IM menjadi sebuah gerakan internasional. Ini dikarenakan banyak cabang-cabang IM berdiri di negara di luar Mesir. Cabang-cabang IM di luar Mesir tidak memakai nama IM namun bagian dari IM Mesir. Keberadaan IM di Mesir sejak didirikan oleh Al Banna dkk selalu mendapat tentangan dari pemerintah. IM dianggap gerakan yang membahayakan keberlangsungan pemerintahan. Maka pemerintah Mesir menjadikan IM sebagai organisasi terlarang.
Banyak tokoh-tokoh IM mati di tiang gantungan karena dianggap melakukan pemberontakan. Salah satunya adalah Sayyid Qutb. Biarpun banyak tokohnya yang mati di tangan pemerintah, IM tetap eksis sampai sekarang. Bahkan terakhir IM memenangkan pemilu di Mesir dan berhasil mengangkat salah satu kadernya Mursi menjadi presiden Mesir. Walau akhirnya kepemimpinan Presiden Muhammad Mursi dirongrong oleh militer untuk mencegahnya berkuasa.
Kader-kader dan yang memiliki pemikiran IM banyak tersebar di seluruh dunia dengan nama yang berbeda. Tidak sedikit dari mereka menyembunyikan identitas untuk mencegah hal buruk terjadi. Namun bagaimanapun itu, kader-kader IM terus bereformasi dengan zaman. Mereka tidak kaku layaknya gerakan salafy di seluruh dunia. Kader IM adalah pemikir bukan teroris. Pemikiran inilah yang membuat mereka harus disingkirkan oleh penguasa di berbagai negara karena dianggap membahayakan posisi kelanggengan penguasa. Misi IM menjadikan menyejahterakan penduduk suatu negeri tanpa harus dijajah oleh bangsa luar, sementara itu para penguasa sekarang dengan entengnya mempersilahkan bangsa luar mengeruk kekayaan bangsa sendiri. Inilah yang IM tentang dengan pemikiran barunya tentang negara dan kekuatan global.
Apa peran Ikhwanul Muslimin bagi kemerdekaan Indonesia?
sosok Hasan Al Banna layaknya Soekarno di Indonesia, tokoh sentral yang ditakuni dunia kala itu. Proses gerakannya membuka mata dunia untuk melakukan perlawanan di bawah kekuasaan yang menindas. Itulah sebabnya kedatangan IM sangat ditakuti oleh para penguasa yang zalim.