Sabtu malam. Karena janjian dengan beberapa teman. Saya menyempatkan diri untuk hadir dan berdoa agar gejolak kata-kata dalam pikiran saya tidak kambuh setelah datang ke acara itu.
Ternyata tidak. Bahkan hanya setengah minat menuju panggung utama yang diisi puisi-puisi dan pertunjukan kata-kata. Terselip juga beberapa kata-kata dari Kang Maman Suherman yang sempat terdengar dari kejauhan.
Entah mengapa. Saya lebih suka menepi di rumput malam itu. Membeli segelas lemonade dingin. Bersila menduduki sandal sendiri. Menikmati ramainya lampu-lampu malam. Sesekali tercium aroma kopi arabika dari penjual di Timur sana.
Saya memanggil teman. Barangkali perlu mengabadikan kesepian di gambar ini. Setelah sebelumnya lalu lalang orang mengantri berfoto di depan kata MIWF.
Menjelang pulang. Mencoba berbalik ke panggung utama yang dihiasi botol-botol tanpa isi. Di sana Kang Maman bercerita tentang manusia yang termakan hoax. Dan kebanyakan yang termakan hoax itu adalah kalangan tua. Kang Maman mengatakan, "untuk membuktikan itu coba cek grup watsap keluarga Anda," tutupnya disambut gelagak tawa hadirin yang duduk bersila menikmati panggung.
Telat. Tapi dinikmati. Saya terkesima dengan interpreter (penerjemah bahasa isyarat) saat manusia-manusia bergiliran membacakan kata-kata dari lembaran-lembaran kertas. Sang Interpreter ini begitu lincah mengikuti bahasa-bahasa yang beterbangan di udara dengan gerakan tangan dan mulutnya. Saya melupakan bunyi bahasa yang keluar dari mulut-mulut pembaca puisi itu. Tetapi rasanya, saya menikmati interpreter itu menggerak-gerakkan tangannya untuk para kaum difabel yang hadir.
Telat tapi dinikmati. Makassar International Writers Festival (MIWF) 2019.